Rabu, 19 Desember 2007

loyalkah saya terhadap almamater.....

Tulisan ini dibuat sebagai alasan mengapa saya menjadi PNS di Universitas Negeri Jakarta.

"Tiada motivasi lain untuk terjun ke dunia pendidikan selain panggilan jiwa, tiada motivasi lain untuk tidak loyal dengan institusi yang membesarkan saya selain realitas yang saya alami, semua ini saya tentukan mengingat waktu yang berlalu dengan cepat sehingga menuntut kita cepat pula untuk bertindak"

Semenjak lulus sarjana Fisika pada tahun 2001, saya memutuskan untuk terjun dalam dunia pendidikan dan riset. Bagi saya dunia pendidikan dan riset adalah dunia yang mulia dan penuh dengan amal kebaikan. Perjalanan karir saya dimulai dengan aktif menjadi asisten mengajar dari beberapa dosen di lingkungan Departemen Fisika seperti Dr. Supriyanto, Dr. Budhy Kurniawan, Dr. M. Hikam, (Almh)Dra. Sri Soejati M.Sc, Dra. Ganijanti, M.Si, Dr. Rachmat W. Adi, Dr. Cuk Imawan dan Dr. Djoko Triyono. Sedangkan selain aktif menjadi asisten mengajar saya juga aktif menjadi asisten di laboratorium Fisika Dasar, Fisika Lanjutan, dan asisten peneliti di laboratorium electron spin resonance (ESR). Suka duka menjadi asisten selama kurun waktu 2001-2004 saya jalani dengan penuh kesabaran. Dari tahun 2001 hingga 2002, saya benar-benar hidup dengan mengandalkan honor sebagai asisten yang besarannya jika dirata-rata hanya Rp. 800.000,00, honor sejumlah itu saya dapatkan bila saya mengajar sebagai asisten di fakultas teknik dan di program diploma instrumentasi elektronika. Beruntung pada tahun 2002 ketika itu saya mendapatkan kesempatan mendapatkan beasiswa BPPS pada program s2 magister Fisika 2002/2003. Beasiswa itu dapat membuat saya sedikit bernapas lega. Dalam kurun waktu 2002-2004, aktivitas saya sebagai asisten masih berjalan paralel dengan kuliah s2 Fisika yang saya jalani namun tentunya jam mengajar sebagai asisten pastinya berkurang. Bersyukur kuliah s2 bagi saya tidak banyak menemui kesulitan, sehingga dalam dua semester saya bisa melunasi beban kuliah yang diwajibkan. Dan pada tahun 2003/2004, saya sudah memulai riset s2 dengan bimbingan Dr. Budhy Kurniawan. Saat itu beliau juga masih memegang jabatan sebagai sekretaris Departemen Fisika.

Semasa saya aktif di dunia pendidikan dan riset di lingkungan Departemen Fisika wacana tentang universitas otonom cukup menjadi bahan perbincangan yang hangat dikalangan para staf honorer baik staf pengajar maupun staf non akademik. Saya dapat maklumi, karena meski Universitas Indonesia (UI) adalah salah satu Universitas besar namun masih banyak permasalahan yang perlu dibenahi dalam menjadikan dirinya universitas yang benar-benar otonom (BHMN=badan hukum milik negara).

Hingga pada tahun 2004, tepatnya bulan Agustus, saya lulus mendapatkan gelar Master dan pada bulan Agustus ditahun yang sama saya harus terbang ke Italia untuk melanjutkan studi post magister di the Abdus Salam International Centre for Theoretical Physics (ICTP), Trieste. Dalam tulisan ini saya ucapkan terima kasih lagi kepada Bapak Dr. Rachmat W Adi (Beliau adalah orang yang sangat berjasa dalam memotivasi saya untuk studi hingga saya mendapatkan posisi s3 di divisi mikroelektronik, EEE-NTU, Singapur). Ketika saya lulus dan berangkat ke Italia, UI masih dalam proses perubahan dan perbaikan sistem menjadi sebuah universitas BHMN.

Sekembalinya saya dari Italia pada tahun 2005, dalam kurun waktu 2 bulan saya mengalami kesulitan ekonomi karena saya belum punya penghasilan dan masih mencari peluang ngajar private lagi. Beruntung saat itu saya dapat pertolongan Dr. Rachmat W. Adi yang cukup perhatian dengan saya. Beliau memberikan kepercayaan pada saya untuk turut terlibat dalam even pembinaan Fisika di DKI Jakarta. Saat itu saya mengalami kekecewaan terhadap institusi yang membesarkan saya, karena mereka seolah cuek dengan kepulangan saya. Akhirnya demi menunjang hidup saya yang kebetulan juga sudah berkeluarga, sejak kepulangan saya dari Italia saya aktif membantu dalam pembinaan Fisika di daerah DKI. Sementara sebagian orang mungkin memandang bahwa saya tidak memiliki loyalitas. Ironis, mengapa saya katakan demikian? ketika orang menjustifikasi bentuk loyalitas seharusnya orang tersebut berkaca pada realita yang ada. Jadikanlah realita yang ada sebagai referensi sebelum menjustifikasi orang lain tidak loyal atau loyalitasnya dipertanyakan. Ketika itu kehidupan ekonomi saya sungguh sulit, sementara lingkungan masyarakat, keluarga, teman, dll memandang saya sebagai dosen di UI bergelar Master dan post Master dari ICTP. Tapi bagaimana realitasnya? mendapatkan honor dari UI pun pada awal kepulangan saya dari Italia tidak. Bahkan saya saat itu harus sibuk mencari tambahan dengan mengajar private. Dan pada Desember 2005, saya mendapatkan kesempatan mengikuti tes Hitachi untuk melanjutkan studi ke Jepang. Namun saat itu semua kandidat dari UI gagal diterima oleh Hitachi. Ketika itu saya sedikit kecewa, karena saya harus memikirkan bagaimana survive dengan keadaan saya yang belum jelas. Pada bulan Desember saat itu kebetulan Dr. Budhy Kurniawan yang masih menjabat sebagai sekretaris Departemen Fisika UI menunaikan ibadah Haji. Akhirnya beberapa tanggung jawab beliau saya turut bantu untuk menyelesaikannya. Saya berusaha mengerjakan semua yang diamanahkan oleh beliau sebaik yang saya bisa. Tentu saya kerjakan dengan berbagi waktu dengan kegiatan saya mengajar di tempat lain (privat). Ketika itu satu semester saya tidak dapat honor dari UI, pun dapat hanya dari honor yang saya peroleh ketika menggantikan dosen yang berhalangan tidak hadir atau menjaga ujian. Akhir bulan Desember terjadi pergantian pimpinan di lingkungan FIsika UI. Pimpinan FIsika saat itu adalah Prof. Dr. Djarwani, sebelum beliau habis masa jabatannya, UI memebrikan kesempatan untuk para staf honorer mengikuti tes menjadi pegawai BHMN. Nama saya kebetulan masuk daftar untuk ikut tes tersebut. Namun pada akhirnya nama saya dicoret dengan alasan bahwa status saya yang masih belum jelas berpijak ke peminatan material dan loyalitas saya yang masih dipertanyakan. Akhirnya saya gagal mengikuti tes pegawai BHMN. Jujur ketika itu saya cukup kecewa dengan kebijakan dan realitas yang saya hadapi. Saya merasa sudah memberikan loyalitas, dengan sabar tidak mendapatkan honor dari Fisika UI dalam mengerjakan beberapa tanggung jawab yang diberikan oleh pimpinan. Pada bulan Februari 2006, akhirnya saya dibantu oleh Dr. Abd Haris untuk membantu beliau di divisi riset dan pengabdian masyarakat (DRPM) FMIPA UI atas dukungan senior saya Kak Dede. Sejak itu saya aktif di DRPM membantu mengerjakan proyek pembinaan olimpiade sain se DKI Jakarta dan pembinaan guru-guru madrasah se Propinsi Banten. Karena bulan itu adalah awal dari semester genap, sehingga saya juga mendapatkan jatah ngajar di Fakultas Teknik yang diberikan oleh Ibu Ganijanti (Ibu Ganijanti adalah dosen yang paling saya sayangi setelah meninggalnya Ibu Sri Soejati). Alhamdulillah kegiatan tersebut mengobati kekecewaan saya selama 1 semester sejak September 2005-Januari 2006. Perlu diketahui bahwa perkenalan saya dengan Pak Haris sudah terjalin sejak tahun 1998/1999. Beliau bagi saya seperti teman dan Kakak, jadi hubungan kita bisa dikatakan cukup dekat. Selama aktif di DRPM pula saya mengenal sosok wanita yang baik menurut saya, beliau adalah Mbak Vicky, saya menganggap beliau seperti kakak saya yang kadang menjadi tempat curhat bila saya ada masalah pribadi.

Sejak aktifnya saya di DRPM, selentingan-selentingan tajam yang menyatakan kekurang loyalitasan saya terhadap Departemen Fisika semakin membuat saya gerah. Mengapa loyalitas dijadikan suatu argumen untuk mengkambingkan hitamkan seseorang? ketika aktif di DRPM pun nama Fisika turut harum. Ketika kita presentasi di kalangan masyarakat nama Fisika UI lekat di nama saya. Ketika proyek berhasil diamanahkan di DRPM FMIPA UI, proyek itu pun buat kesejahteraan bersama di lingkungan FMIPA UI. DRPM FMIPA UI pun turut menggandeng sejumlah dosen Fisika untuk terlibat, dan itu bukti bahwa keterlibatan saya di DRPM juga sebagai ujud loyalitas saya ke Departemen Fisika UI. Aktifnya saya dalam menjalankan laboratorium Fisika Lanjutan bersama Dr. Djoko Triyono itu pun sebagai ujud loyalitas saya. Aktifnya saya dalam membantu riset mahasiswa s2 di bawah bimbingan Dr. Budhy Kurniawan itu pun ujud dari loyalitas, dan masih banyak lagi bentuk loyalitas yang menurut saya sudah tercurah buat almamater tercinta dengan menomorduakan uang/honor. Walau kadang apa yang menurut saya ujud loyalitas, orang lain menafsirkan berbeda.

Ketika terdengar kabar akan ada tes pegawai BHMN berikutnya, saya diminta untuk lebih memberikan loyalitas ke Departemen Fisika UI. Saat itu saya dipanggil pimpinan terpilih Dr. Azwar Manaf dan Dr. Yunus Daud. Saya diminta untuk bergabung dalam tim promosi Fisika UI. Dengan sikap terbuka saya menjelaskan tentang aktivitas saya di DRPM, karena saya dituntut lebih banyak waktu di Departemen Fisika UI, maka saya secara terus terang minta ke Pak Haris agar waktu saya di DRPM dikurangi. Alhasil sebagai konsekuensi logis, penghasilan yang saya peroleh berkurang dari DRPM. Namun bagi saya itu tidaklah penting, yang penting adalah membuktikan bahwa saya cukup loyal kepada institusi dan almamater saya.

Tes pegawai BHMN yang saya tunggu tidak juga ada, hingga akhirnya saya berangkat meneruskan studi s3 di Singapur. Pada bulan Agustus, saya diminta pulang oleh pimpinan Departemen Fisika untuk mengikut tes pegawai BHMN. Alhamdulillah saya bisa datang untuk mengikuti tes tersebut. Namun saya cukup kecewa dengan proses administrasi yang cukup lama. Saya berpikir, kenapa institusi sebesar UI tidak mampu menyelenggrakan proses seleksi yang profesional. Dan kenapa dalam proses penerimaan pegawai UI kebijakan UI sangat arogan? itu membuat saya tidak habis pikir. Mengapa saya katakan arogan, sebagai contoh, banyak para staf honorer yang sudah berumur dan mempunyai keluarga gagal dalam proses seleksi tersebut. Jika dilihat kebelakang, mereka sudah cukup mengabdi memberikan yang terbaik buat UI. Mengapa UI tidak memberikan balasan yang setimpal dengan menerima saja mereka menjadi pegawai UI, karena dengan gagalnya mereka di tes banyak faktor yang mempengaruhi. Mereka tidak muda lagi, stamina sudah berkurang dan mereka harus berkompetisi dengan staf yang berumur lebih muda. Toh barometer layak atau tidaknya seseorang menjadi dosen tidak hanya digantungkan pada proses seleksi yang melihat hanya dari beberapa sisi saja. Pun akhirnya mereka yang gagal tes masih terlibat dalam aktivitas pendidikan dan riset di lingkungan UI sendiri. Jika terjadi sesuatu dengan keluarga mereka siapa yang bertanggung jawab? sanggupkah bagian dari UI bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup mereka? Mereka sudah berkorban umur, namun mereka tersia-sia oleh besarnya nama UI. Saya harapkan, UI dapat lebih bijak lagi membuat keputusan. Berbuatlah bijak sebesar nama besarmu.

Dua minggu setelah saya mengikuti tes 1 pegawai BHMN UI, saya mendapatkan ucapan selamat dapat kembali mengajar di UI dari Ibu Sri Fatma melalui email (psikolog yang menginterview saya). Saya berpikir kenapa beliau mengucapkan selamat? mungkin karena saya lulus tes pertama dan bisa mengikuti tes kedua. Namun tes kedua saya tidak bisa datang dikarenakan waktu pemberitahuan yang cukup pendek, sedangkan saya kala itu sudah menyiapkan tiket untuk pulang lebaran. Pada pemberitahuan tes kedua saya pun dikejutkan dengan adanya biaya yang harus dikeluarkan oleh para dosen honorer untuk tes itu. Saya berpikir mengapa Departemen tidak membiayai saja? ataukah dengan membayar sendiri merupakan barometer loyalitas? toh besarannya pun tidak akan merugikan departemen. Sungguh aneh? Akhirnya saya hanya mengikuti tes tahap pertama saja, dikarenakan waktu yang pemberitahuan yang pendek, masalah keuangan, dan waktu tes bersamaan dengan seminar di Institute of materials research and engineering (IMRE), Singapore.

Mungkinkah hal ini menjadi kisah akhir saya berada dalam lingkungan civitas akademis di UI? Wallahu alam. Realitanya, sekarang saya sedang menempuh s3 bidang mikroelektronik. Dan beberapa bulan lalu saya disupport untuk mengikuti tes di UNJ untuk membangun Fisika UNJ. Tawaran tersebut saya terima karena saya berpikir realistis, mengingat setelah saya tidak mengikuti tes tahap 2 di UI, di masa depan tidak ada jaminan buat saya bisa menjadi pegawai UI. Akankah saya bermain dadu dengan umur yang kian bertambah? akankah saya bermain dadu dengan masa depan yang gaib? Tidak loyalkah saya pada akhirnya dengan almamater? menurut saya pertanyaan terakhir cukup dilematis, bila saya balik sanggupkah almamater menjamin saya menjadi tanggungjawabnya?

Alhamdulillah proses seleksi menjadi dosen UNJ yang meliputi tes nasional dan lokal dapat saya tempuh dengan lancar. Akhirnya saya berhasil lulus tes dengan baik menjadi staf dosen di Fisika UNJ. Mungkin UNJ akan menjadi nuansa baru dalam dinamika hidup saya di masa depan. Di sana saya juga sudah memiliki kolega yang saya kenal baik seperti Dr. Bambang Heru Iswanto, Dr. Erfan Handoko, dan dari Kimia UNJ Arif Rahman M.Sc (Alumni KIMIA UGM dan sahabat saya).Semoga apa yang saya pilih adalah yang terbaik dariNYa.

Buat segenap pimpinan Departemen Fisika UI (Dr. Azwar Manaf dan Dr. Yunus Daud), pimpinan FMIPA UI, dan senior-senior saya yang mungkin mengharapkan saya kembali ke UI, saya mohon maaf bila saya tidak cukup bersabar menunggu menjadi staf tetap di UI. Khususnya buat Bapak Dekan FMIPA UI, Dr Adi Basukriadi saya haturkan maaf apabila saya tidak bisa mengikuti nasihat Bapak kembali menjadi staf tetap UI dan saya haturkan terima kasih atas jamuan makan siang bersama sebelum saya berangkat ke Singapur. Buat Pak Rachmat W Adi, saya akan tetap membantu Bapak bila saya dibutuhkan, walaupun status saya kini adalah staf di UNJ. Buat Pak Cuk Imawan, terima kasih Pak atas segala motivasi dan pemikiran Bapak yang membangun diri saya. Buat Ibu Adne, terima kasih atas motivasinya. Buat Ibu Ocha selamat atas gelar Profesornya, saya akan komit membantu kerjasama antara UI dan NTU, dan saya sudah buktikan bahwa saya komit dengan pilihan untuk hidup dalam pahitnya dunia pendidikan dan riset di Indonesia. Buat Pak Djoko, terima kasih Pak atas kepercayaan yang sudah diberikan kepada saya untuk bersama-sama menjalankan laboratorium Fisika Lanjutan. Buat Pak Syamsu, terima kasih atas nasihat dan wejangannya selama terlibat pembinaan guru madrasah. Buat Pak Imam, saya jujur senang kerja bareng Bapak, sukses selalu Pak. Buat Ibu Sri Soejati almarhum, maaf Bu, saya tidak bisa sabar di UI, saya doakan Ibu bahagia di akhirat, saya sedih dan terharu serta bangga ketika sebelum berangkat ke Italia, Ibu sempat memeluk dan mencium saya, saya akan ingat terus Bu. Buat Pak Budhy, sabar Pak saya yakin Bapak akan mendapatkan yang terbaik sesuai apa yang Bapak citakan di UI dan untuk UI. Buat Ibu Ganijanti, saya akan berusaha jadi dosen yang baik kelak, dan tidak akan pernah sombong, saya sayang Ibu dan sudah menganggap Ibu sebagai eyang saya. Buat teman-teman staf muda di Fisika UI (Surya, Supri, dll), saya harapkan sikap besar hati, saling memiliki dengan menjauhkan sikap yang negatif harus dipupuk untuk kemajuan Fisika UI. Semoga sikap saya ini dapat menjadikan hikmah yang baik buat kemajuan Fisika UI.

At last but not least, Saya banyak mengambil hikmah dari semua yang pernah saya jalani dan alami. Semua kenangan baik indah dan buruk semua terekam diotak saya, namun semua saya ambil hal positifnya untuk mengimprove diri saya, yang negatif saya jadikan referensi untuk tidak berbuat dendam dan tidak dialami oleh orang lain. Ketika kita memperoleh pendidikan tinggi bukalah cakrawala berpikir sehingga kita lebih berpengetahuan dan berbudaya. Jadikanlah itu sebagai modal untuk menjadikan kita lebih bijak dan berpikir arif melihat segala masalah. Mohon maaf apabila segala apa yang saya tuangkan ini kurang berkenan namun itu saya ulangi lagi semata2 dimaksudkan untuk diambil hikmahnya.

oleh : Iwan Sugihartono

31 komentar:

dy uli mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
dy uli mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
anna mengatakan...

alhamd akhirnya Kakakku yang calon doktor dah mendapatkan kejelasan status, selamat ya My Bro..
tetap semangat dalam menempuh studi s3nya..i proud of U always..
anna akan selalu mendukung apapun keputusan Aa.insya4WI yang Aa terima saat ini adalah yang terbaik dariNya..
gud lak n cayooo

fredy mengatakan...

met malem Bos,Assalaamualaikum......,ini kita habis jalan - jalan sama DAnna terus mampir k warnet, Alhamdulillah akhirnya bisa buka blognya Boss... he he...
Tenang Boss....,loyalitas itu batasannya sangat relatif, sebenarnya kalau loyalitas hanya diukur dari kuantitas lamanya berada/ betah betahan dalam suatu institusi menurut fredy kurang pas.Sebenarnya almamater Bos lebih bangga kalau alumninya seperti Mas Iwan nih, bisa berkarya & membawa nama almamater di tempat lain, itu sebenarnya sdh cukup menjawab Headline postingan Bos..., Salut untuk Mas Iwan yang dah sukses dalm menempuh jenjang studinya, semoga senantiasa diberikan kemudahan dan kelancaran dan selalu diberikanNya yang terbaik:)
Sukses Boss, Doain fredy jg bisa ngambil "S" yang banyak He he .... ini di termos tinggal satu "S" nya ....
Salam Kangen dari North of Celebes.

lutfi.rohman mengatakan...

Saya sungguh prihatin sebagai alumni fisika UI. Kalau yang ada dalam tulisan tersebut benar-benar terjadi, sangat disayangkan. Karena perlu diingat masa depan fisika UI ada di staf muda. Biarlah satu iwan yang menjadi korban dan hengkang dari fisika UI. Semoga tidak ada lagi iwan-iwan berikutnya.

bro mengatakan...

Keliatan kalem, murah senyum, berani, berpendirian, low profil, jujur, apa adanya, cerdas, dan satu yang gw salut dari elo "gentleman"...you are really potential leader in the future.

Unknown mengatakan...

Sedih juga membaca blog yang ini... kadang yangkita inginkan adalah berbuat yang terbaik untuk almamater..tapi kadang almamater menganggap apa yg kita perbuat tidak/belum cukup.
Semoga sukses selalu ya... tujuan tetap sama kan... walaupun lokasi berbeda..insya Allah.

Dari tetangga sebelah, di MIPA.

Arrumy mengatakan...

" Dunia pendidikan adalah dunia kemuliaan, dimana saja tempatnya akan tumbuh benih-benih kemuliaan"

sy melihat iwan sudah menunjukan profesionalisme dan keloyalan terhadap almamater, khususnya institusinya....Sesuatu yang bijak dan benar terkadang susah untuk dilalui...

Jangan berhenti berjuang wan untuk menabur kemuliaan....
sahabatmu mendukungmu atas keputusan tepat yang dipilih... Hijrah ketempat yang lebih adil daripada tertular oleh ketidak adilan....

Sahabatmu
Arrumy

Roberto Edward mengatakan...

Mas, perspektif orang tuh bisa beda-beda ya.. sejauh manusia bisa berpikir, sejauh itu pula manusia bisa berkomentar.. pertanyaan loyal atau ngga mas selama ini itu sebenernya ga perlu dipermasalahkan, yang perlu dipertanyakan adalah sejauh mana mas udah memberikan konstribusi kepada UI.. klo dengerin perkataan orang terus sih ga akan ada habisnya.. aku rasa sikap mas sudah bener kok, mas bersikap realistis dan berani.. jalani aja apa yang menurut mas paling baik,, apapun yang orang katakan,, anggaplah itu sebagai bukti bahwa mereka sayang dan peduli sama mas..

antono mengatakan...

tak kenal maka tak sayang, sebagai sahabat gw tahu siapa Iwan. Tulisan ini merupakan salah satu ekspressi hati dan sangat membangun buat para si pembaca. Syarat hikmah, syarat pesan, dan merupakan bentuk kepedulian seorang Iwan terhadap almamaternya. Semoga apa yang dituliskan Iwan itu tidak diinterpretasikan negatif, menurut gw itu adalah bentuk expresi tulus dari hati dan bersifat membangun. Beruntunglah Fisika UI jika bisa mengambil hikmah tersebut. Bro, gw salut ama komitmenmu.

best friend......

nitaNyit2 mengatakan...

Ck..ck..ck..
Gak nyangka ye Wan ternyata perjuangan lo pernah pahit bgt..Gw juga jadi tau gmn proses yg lo jalanin..
Gw juga jadi tau berita2 dari Fisika UI..
Hayah!!!!!!

Sabar yo Wan..
Gw gak bisa ngomong banyak..mo exam QFT niy!!!
Hayah!!!

Semangat!!!

OmZen mengatakan...

Bang IWAN SUGI .. salut deh kite .. smoga tabah .. dan saya yakin, segala tantangan, hambatan, rintangan, tanjakan, dsj yang telah kita lewatin pasti bakal ngebentukin pribadi kite ..

batu kalo dipecahin dulu, ditumbuk ampe alus, dipanasin ampe mendidih, dikasih bahan kimia, trus didihin lagi .. tru--trus ampe pegel tuh batu .. baru deh kite dapet emas murni yang paling berharga .. gitu kata baba saya ..

hehe .. CAIYO MAS SUGI .. smoga sukses di tempat berdirimu kini ..

CIAO

yudhiakto_pramudya mengatakan...

ok wan, dimana kaki berpijak disitu langit dijunjung.

ya semoga generasi yang muda muda ini mampu dan mau memberi perubahan ke arah yang lebih baik untuk pendidikan di Indonesia.

oalah malah ndongeng. wis yo sukses selalu

Dewi Mairiza mengatakan...

Dear Kak Iwan,

Menyedihkan ya? But, I believe that you've made a good decision. Lingkungan yang sudah tidak kondusif tidak akan menunjang utk dapat berkarya dengan baik. Apa pun yang dilakukan akan terlihat salah. So, It's better to start in the new academic environment than following your previous crap way. Success for your research. Warm Regards from Sydney.

Yoga mengatakan...

Kamu melihat dari kacamatamu sendiri atau melihat dari kacamata orang lain? Loyalitas tidak perlu diperdebatkan jika memang belum ada posisi ikhlas disana. Ikhlaskah kamu demi kebaikan banyak orang di sekitarmu yang mungkin akan memilihmu sebagai pemimpin mereka kelak? Loyalias tidaklah dibarengi dengan posisi atau jabatan dan materi yang diberikannya kepadamu. Jadilah seorang yang tinggi di hadapan semua orang yang termasuk didalamnya yang melecehkanmu dan tidak memperdulikan keberadaanmu. Kuatlah. Sesungguhnya banyak orang disekitarmu yang benar2 mendukung semua langkahmu, termasuk aku yang mungkin tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaanmu saat ini. Mungkin aku dan orang2 disekitarmu bukan sahabat2 yang terbaik untukmu, tapi kami disini hadir untuk mendukungmu. Kuatlah... Sekali lagi kuatlah...
Dan ingat, apapun tindakan yang kamu pilih hari ini atau esok Iwan, itulah yang mungkin terbaik bagimu.
Just have a little faith.

Teguh Yoga Raksa mengatakan...

He he..bro gw sampe terharu bacanya .. teman seperjuangan yang memiliki hati mulia, dulu kepikiran untuk menjadi seperti bapak ini , namun untung lah tidak terjadi ..karena dunia industri ternyata lebih menarik walaupun bisa menyalurkan hobby melalui sekolah....maju terus pak banyak jalan menuju roma karena saya pikir UI bukan satu - satunya pilihan ..
Share sedikit apa yang dialami baru - baru ini bro, gw ketemu manager pendidikan/akademik MIPA, wah tidak menyenangkan..jadi mulai berpikir beberapa kali untuk masuk lagi jurusan MIPA UI, padahal sempat kepikiran untuk mulai berkontribusi demi kemajuan MIPA...

my man ...maju terus ya ...

Teguh Yoga Raksa mengatakan...

He he..bro gw sampe terharu bacanya .. teman seperjuangan yang memiliki hati mulia, dulu kepikiran untuk menjadi seperti bapak ini , namun untung lah tidak terjadi ..karena dunia industri ternyata lebih menarik walaupun bisa menyalurkan hobby melalui sekolah....maju terus pak banyak jalan menuju roma karena saya pikir UI bukan satu - satunya pilihan ..
Share sedikit apa yang dialami baru - baru ini bro, gw ketemu manager pendidikan/akademik MIPA, wah tidak menyenangkan..jadi mulai berpikir beberapa kali untuk masuk lagi jurusan MIPA UI, padahal sempat kepikiran untuk mulai berkontribusi demi kemajuan MIPA...

my man ...maju terus ya ...

Unknown mengatakan...

phew.. thanks god.. you have made a right decision... :-)

Wan, gue seneng, akhirnya, elo berani cabut dari jurusan..u should have done it much earlier before, Bro..

pokoknya, selamat di tempat yang baru..semoga karir research elo makin maju.. yakin dgn kualitas dan kemampuan diri elo sendiri..

to have a look 20 years from now on, i believe that i will be proud having you as my friend, at that time, i believe you'll be one of prominent nanoscientist, and you will never regret for what decision you have made.

greets,

ican

Unknown mengatakan...

Assalaamu'alaykum.
Jurusan memang harus berubah. Semoga keberanian kak Iwan menentukan sikap dan berbagi cerita bisa menjadi pembuka mata hati bagi siapapun yang mengetahuinya. Semoga pula bisa memudahkan jalan untuk adik2mu di jurusan (termasuk saya, hehehe).
Kalo mentok di UI, gue juga mau deh ikut membangun Fisika UNJ. As you said: "Daripada jadi ekor ikan hiu, mending jadi kepala ikan bandeng" (kalo ga salah). Hehehe

Unknown mengatakan...

Assalaamu'alaykum.
Jurusan memang harus berubah. Semoga keberanian kak Iwan menentukan sikap dan berbagi cerita bisa menjadi pembuka mata hati bagi siapapun yang mengetahuinya. Semoga pula bisa memudahkan jalan untuk adik2mu di jurusan (termasuk saya, hehehe).
Kalo mentok di UI, gue juga mau deh ikut membangun Fisika UNJ. As you said: "Daripada jadi ekor ikan hiu, mending jadi kepala ikan bandeng" (kalo ga salah). Hehehe

adis mengatakan...

Oom...life must go on. Pilihan loe tepat kok, boss. Yg realistis aja sih gw mah. Apalgi ade anak bini yg musti di kasih makan kan boss? Hehehehe...usahlah risau sama ucapan2 macam tu....Loyalitas lah. Bah...cem mana pula mereka tu. Bicara2 loyalitas, tapi tau tak arti loyalitas sebenernya? Itu sama aja bicara2 kewajiban, tapi tak tahu cam mana mau kasih hak org. Lanjut aja, cik!! Oom Iwan nih dah lebih royal dari sekedar loyal...

enjat mengatakan...

menarik,
gue kira hidup itu " it's about a choice " tinggal kita memilih yang mana yang akan kita jalani.

adalah humanis gue kira, apabila memilih keadaan yang lebih baik... mungkin gue juga akan menjalani apa yang iwan lakukan malah mungkin lebih frontal... maybe, who knows.. (selama tidak bersinggungan dengan norma dan kaidah)

cuma yang mau gue garis bawahi,
merugilah UI apabila banyak iwan-iwan yang diperlakukan seperti itu, MAU JADI APA UI..??? apabila generasi penerus tidak pernah diberikan kesempatan. fine, yang loyal sih banyak tapi apakah mereka really fully qualified??? i dont think so, mostly ???

ok dude,...
keep rock'in and show UI betapa mereka melepaskan 1 kesempatan baik...

sekali lagi ini tentang pilihan..
salute....

Adtre mengatakan...

Hikmah yg dpt diambil dr kisah iwan adalah berusahalah sekuat tenaga dan berpikir optimis agar kemudahan hidup menghampiri kita pada saat yg tepat.

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Salute untuk keputusan beraninya K' Iwan..

Layaknya kisah Lukman, anak dan keledainya.. selalu ada comment untuk segala tindakan yang kita ambil..

Just believe in your heart !!
Tetap berusaha agar bermanfaat bagi umat yaa.. ^_^

Unknown mengatakan...

Salute untuk keputusan beraninya K' Iwan..

Layaknya kisah Lukman, anak dan keledainya.. selalu ada comment untuk segala tindakan yang kita ambil..

Just believe in your heart !!

Tetap berusahan agar bermanfaat bagi umat yaa.. ^_^

ordinarydevi mengatakan...

Every clouds has its silver lines... and i believe that everything happens for a reason. Kalau mau melihat indahnya pelangi, kita harus sabar menanti hujan deras reda :)

ohayou mengatakan...

Hmm….kalau mau jujur2an siy, siapa si orang yang betah berada di tempat yang tidak mendukung dia. Pasti gak nyaman kan?! Kalau ada tempat yang bisa membuat kita lebih berkembang lagi karena tempat yang lama ternyata kurang mendukung, kemudian kita beralih, emang salah yaa?!

Setiap orang punya potensi untuk menjadi besar (dan saya yakin itu sangat berlaku untuk mas iwan) Dan Hey, tiap orang juga punya hak dan punya kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya!!

Coba liat dari sudut pandang yang berbeda, jika kita kembali ke tempat yang lama yang dulu mungkin tidak memberikan apa yang kita harapkan, dan meninggalkan tempat yang baru yang sudah memberikan kita kepercayaan di saat orang lain tidak percaya, itu baru namanya tidak loyal!!!

Tetep smangat dan selamat yaa…!!! ^^

Riser Fahdiran's Blog mengatakan...

Hmmm....quite a good story..kurang lebih saya juga merasakan hal tersebut, susahnya berpegang pada idealisme ingin ber"karir" di bidang pendidikan dan riset...

Just suggestion, since mas Iwan is already part of member in Physics UNJ...mungkin ada bagusnya kalau bikin paper yang disubmit, mas Iwan sudah saatnya menggunakan nama institusi Fisika UNJ, bukan UI lagi (bukannya ga suka UI lowh...),,,hanya saja ini yang saya pelajari dari Supervisor saya di ITB, kalau dia buat paper, even dia riset di eropa sana, dia selalu pakai institusi Fisika ITB..dalam rangka meningkatkan nilai jual Fisika ITB...kalau skarang mas Iwan ada di NTU dan afiliasi juga ke UNJ,,,why not???hehehe...maklum ini komentar anak kecil yang baru melek fisika..maaf kalau kurang pas...

p.s : saya alumni Fisika UNJ... :)
salam kenal..

VIRATA mengatakan...

Ini salah satu kasus dari kurang pekanya pengelola negara kita terhadap aset sumber daya manusia, khususnya dalam bidang pendidikan, merupakan salah satu dari akar permasalahan yang menyebabkan indonesia sulit untuk maju.

Seharusnya pembiayaan proses peningkatan kualitas dan kuantitas sdm bidang pendidikan seluruhnya ditanggung negara, sehingga ybs tidak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun karena semua outcome-nya toh akan kembali kepada negara.

Buat bung Iwan, semoga terus bisa berkarya lebih giat lagi buat bangsa dan negara ini dan dapat berkontribusi untuk mengubah kondisi seperti ini di kemudian hari. Salam dari sesama pendidik..

indri mengatakan...

Saya bersyukur pak Iwan bisa menjadi salah satu dosen UNJ, semoga fisika UNJ bisa lebih berprestasi kedepannya.