Well, ketika membaca kompas cyber saya dikejutkan oleh berita yang berjudul "Laboratorium Fakultas MIPA Se-Indonesia "Jadul" ", kebetulan isu yang diungkapkan adalah salah satu kegelisahan saya yang selamat ini ingin diungkapkan. Nah ketika membaca berita itu dan kebetulan pula yang mengungkapkan adalah bukan orang yang asing lagi, jadi berita ini cukup merepresentasikan unek-unek saya. Ungkapan laboratorium MIPA jadul adalah ungkapan objektif dari Dr.rer.nat Abd. Haris, beliau adalah sekrearis Dekan FMIPA UI. Saya mengenal beliau sejak masih kuliah di Fisika UI tahun 1997 dan sebelum saya melanjutkan studi doktor, saya pernah menjadi staf beliau di DRPM FMIPA UI 2006-2007.
Dari pendapat yang beliau sampaikan dalam wawancara tersebut, saya menilai pendapat beliau adalah objektif karena memang begitulah adanya. Seharusnya lab mipa yang ada di Universitas2 di Indonesia ini dikunjungi oleh menteri yang katanya ingin meningkatkan mutu riset di level perguruan tinggi. Laboratorium yang berstandar riset adalah laboratorium yang dipersiapkan untuk para mahasiswa dari level sarjana hingga doktor. Namun laboratorium yang berskala riset, tidak dikelola dengan baik. Alhasil di beberapa Univeritas besar, lab riset tersebut tak ayal lagi menjadi seonggok barang rongsokan yang tak bisa diharapkan menyongsong kemajuan riset terkini. Siapakah yang bertanggung jawab? nah ini menjadi PR kita bersama untuk mengetuk hati pemerintah agar lebih memperhatikan sarana dan prasarana riset di perguruan tinggi.
Untuk lebih jelasnya silahkan baca artikel hasil wawancara dengan Dr.rer.nat Abd. Haris selaku sekretaris eksekutif forum mipanet se-Indonesia, yang saya kutip dari
http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/16/12392430/Laboratorium.Fakultas.MIPA.Se-Indonesia.Jadul.
Selasa, 16 Desember 2008 12:39 WIB
DEPOK, SELASA - Laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) se-Indonesia dinilai jadul alias ketinggalan jaman, termasuk laboratorium Fakultas MIPA Universitas Indonesia (UI).
Hal ini diakui Sekretaris Fakultas MIPA Universitas Indonesia (UI) Abdul Haris yang juga menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Forum MIPAnet(Jaringan Nasional Kerjasama Pendidikan Tinggi Bidang MIPA) di sela-sela acara Science Day 2008 di FMIPA UI Depok, Selasa (16/12).
"UI sendiri, kalau orang lihat mungkin besar ya, tapi fasilitas atau infrastruktur kita sendiri sudah tua," ujar Haris. Haris mengatakan satupun laboratorium FMIPA di seluruh universitas di Indonesia belum memperoleh akreditasi internasional. Laboratorium FMIPA UI sendiri tergolong "jadul" karena peralatannya masih berasal dari masa Orde Baru.
Itupun diperoleh melalui hibah dari Jepang. "Sejak reformasi, kami belum pernah memperbaharui peralatan lab," ujar Haris. Laboratorium di FMIPA UI masih lebih bersifat edukasi, bukan riset.
Ketersediaan alat-alat dengan tingkat kepekaan yang tinggi juga tidak ada sehingga "memaksa" para peneliti pergi ke markas BATAN hanya untuk meminjam DNA Squenzer dan alat pendeteksi Micro Soft Electron.
Menurut Haris, idealnya setiap universitas memiliki laboratorium terpadu yang menjadi pusat atau konsentrasi. Namun Haris mengatakan, untuk mendirikan laboratorium konsentrasi memerlukan dana sekitar USD 50 juta.
"Bayangkan ada alat yang namanya DNA Squenzer saja harganya mencapai Rp 2 milyar," tandas Haris. Namun Haris optimistis laboratorium MIPA yang sedang dirintis sekarang dapat berdiri. Pasalnya, UI sendiri sudah memiliki laboratorium berstandar internasonal dengan akreditasi level 3 yaitu laboratorium penyelidikan kanker di Fakultas Kedokteran UI Salemba. Pendirian laboratorium tersebut memakan biaya USD 4 juta.
Selasa, 16 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar