Bait 01
Tertulis dalam babad tanah Jawi, dalam ingatan orangtua
tentang Prabu Brawijaya Sang Kertabumi, raja di Majapahit
bahwa ia memperistri Putri Wandan, dan memperoleh putra
tampan berwibawa rupanya, ia disebut Raden Bondan Kejawan
Saat ia dilahirkan Majapahit telah mendekati kehancurannya
karena itu dititipkanlah ia kepada Ki Juru Sabin
apalagi karena ibundanyapun meninggal sewaktu melahirkan
Setelah mencapai usia remaja Bondan Kejawan dibawa ke Tarub
untuk dibina jiwa dan raganya oleh Ki Ageng Tarub
ketika disanalah ia berganti nama menjadi Raden Lembu Peteng
Bait 02
Adapun Ki Ageng Tarub itu sebenarnya putra Dewi Rasawulan
yaitu putri tumenggung Tuban Wilatikta yang perkasa
ia pun adik Raden Said, yang disebut juga Sunan Kalijaga
Ki Ageng itu menikah dengan Dewi Nawang Wulan
dan menurunkan seorang anak wanita bernama Dewi Nawangsih
maka dengan Dewi Nawangsihlah Bondan Kejawan menikah
dan berputra Raden Getas Pandawa, yang lalu menurunkan
Ki Ageng Sela, abdi setia, prajurit di kesultanan Demak
Ia cakap mengabdi, bahkan turut perang melawan Majapahit
tetapi setelah tua kembalilah ia ke desanya
di sana menulis sebuah serat pepali untuk anak cucu
[Back]
Bait 03
Dari putri Sumedang Ki Ageng sela menurunkan dua orang anak
yaitu Nyi Ageng Saba dan Ki Ageng Ngenis ing Nglawean
Ki Ageng Ngenis adalah pengabdi dan pendukung Mas Karebet
bahkan hingga naik takhta dengan gelar Sultan Hadiwijaya
Karena jasa-jasanya dari raja Pajang itu memperoleh dukuh Perdikan
yaitu Nglaweyan di mana ia kemudian menetap hingga mangkatnya
Putra Ki Ageng, yang bernama Ki Gede Pemanahan
menjadi abdi Sultan Pajang, dan diangkat menjadi kakak
Karena kasihnya ia selalu membela junjungannya
hingga berani menghadapi Arya Penangsang dari Jipang
seorang musuh Pajang yang sombong dan angkuh sikapnya
karena dukungan Ki Juru Mertani, Ki Penjawi dan Sutawijaya
berhasillah Ki Gede Pemanahan membinasakan Arya Penangsang
yang gugur dalam kemarahan di aliran Bengawan Sore
Karena jasanya itu maka Sultan Pajang menghadiahkan
Alas Mentaok dan daerah Kadipaten Pati
kepada Pemanahan dan kepada Penjawi.
Bait 04
Demikianlah maka pada suatu hari yang penuh berkat
berangkatlah rombongan Ki Gede ke Alas Mataram
di situ ada di antaranya: Nyi Ageng Ngenis, Nyi Gede Pemanahan
Ki Juru Mertani, Sutawijaya, Putri Kalinyamat, dan pengikut dari Sesela
Ketika itu adalah hari Kamis Pon, tanggal Tiga Rabiulakir
yaitu pada tahun Jemawal yang penuh mengandung makna
Setibanya di Pengging rombongan berhenti selama dua minggu
Sementara Ki Gede bertirakat di makam Ki Ageng Pengging
Lalu meneruskan perjalanan hingga ke tepi sungai Opak
Di mana rombongan dijamu oleh Ki gede Karang Lo
Setelah itu berjalan lagi demi memenuhi panggilan takdir
hingga tiba di suatu tempat, disana mendirikan Kota Gede
[Back]
Bait 05
Semakin lama negeripun semakin berkembang jua
malah dilengkapi keraton yang selesai dibangun tahun 1578
Di sanalah Ki Gede Pemanahan memerintah, sebagai bawahan Pajang
Hingga akhirnya mangkat dipanggil ke hadirat Sang Pencipta
serta dimakamkan di halaman mesjid Agung di Kuto Gede
pada tahun ber-candrasengkala "Lunga trus rumpaking bala"
Maka Ki Gede Pemanahan meninggalkan tujuh orang anak:
Pertama Mas Danang, yang disebut pula Sutawijaya
dan sering dipanggil Raden Ngabehi Lor ing Pasar
kedua Raden Jambu, ketiga Raden Santri
keempat Raden Kedawung, kelima Raden Tompe
keenam istri Arya Dadap Tulis, ketujuh istri Tumenggung Mayang
Bait 06
Tersebutlah Sutawijaya ditunjuk Sultan Pajang
menjadi pengganti ayahnya, dengan gelar Senopati Ing Alaga
Ia adalah pemimpin yang cakap, dan prajurit yang gagah perkasa
tegasnya pantas ia menjadi raja, sebagaimana yang dicita-citakannya
Sewaktu bertirakat di batu besar Lipura ia mendapat wahyu
bahwa akan menjadi raja, yang menurunkan Wangsa Agung
diperingati oleh paman Ki Martani, ia menyusuri kali Opak ke arah timur
lalu bertapa di laut selatan, yaitu di tepi ombak yang menderu
di tempat bernama Sawangan, di wilayah Kanjeng Ratu Kidul
Sementara itu Ki Juru Martanipun memberinya dukungan
dengan menjalankan prihatin tapa, di lereng gunung Merapi
[Back]
Bait 07
Setelah itu bersiaplah mereka mempersiapkan kebangunan Mataram
menjawab panggilan sejarah, memenuhi amanat leluhur
Segala adipati, penguasa, dan tokoh di sekitar Mataram
ditundukannya untuk menjadi pendukung usahanya
Ki Ageng Mangir, adipati Kulon Progo, yang ingin merdeka
dibinasakannya, walau ia adalah seorang menantu
yaitu suami Kanjeng Ratu Pembayun, putri Senopati
yang suka supaya ayahandanya dan suaminya mau bersatu
Seterusnya Senopatipun memperkuat semua pasukannya
juga membangun parit dan benteng, seakan menantang Pajang
Setelah itu ditemukannya berpuluh dan beratus halaman
tempat dituliskannya seribu satu malam alasan
untuk tidak datang ke Pajang, dan bersembah kepada raja
Marahlah Adiwijaya, Pajang menyerbu, pertempuran pecah di Prambanan
gagah orang Mataram berjuang, maka Pajangpun mengundurkan diri
Pada perjalanan pulang Sultan Adiwijaya jatuh sakit
dan sangat parah keadaannya sewaktu tiba di kota
penuh hormat dan kasih Senopati mengiringkan perjalanannya
malah menyuruh letakkan serumpun kembalian cinta
berupa kembang selasih, yang diletakkan di gerbang istana
akhirnya mangkatlah Sri Sultan, terbukalah jalan bagi Mataram
Maka kemenangan Mataram itu terjadi pada tahun Saka 1508
dan diperingati dengan Candrasengkala pada gerbang mesjid Agung
Bait 08
Setelah itu mulailah Sang Panembahan Senopati berperang
untuk menaklukkan daerah-daerah di tanah Jawa
ia pergi bertempur melawan adipati-adipati di timur
bahkan pernah pula berlaga melawan Pati
berperang melawan Pragola Pertama, putra Ki Penjawi
demikianlah hidupnya penuh perjuangan, hingga ia mangkat
pada tahun 1601 di Bale Kajenar yang disebut juga Gedhong Kuning
seperti ayahandanya iapun dimakamkan di halaman mesjid Agung
di ibukota praja Mataram, negeri para perwira
[Back]
Sabtu, 22 September 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
itu puisi atau sebuah lagu??
kata-katanya baguss
Posting Komentar