oleh : Iwan Sugihartono
Di sini penulis mengupas bagaimana pentingnya membuat kebijakan pada pendidikan, sains, dan teknologi perlu menjadi prioritas di Indonesia dalam menstimulasi dan mensupport perkembangan riset dan teknologi global. Dalam hal ini kita melihat perbandingan bagaimana peran pendidikan, sain, dan teknologi di negara maju dengan berkembang.
Terdapat perbedaan mendasar antara negara maju dan berkembang, pada umumnya perbedaan tersebut dikaitkan dengan factor peradaban manusia seperti social, budaya, ekonomi, sejarah, politik, hubungan internasional, dan letak geografis. Meskipun demikian factor-faktor tersebut tidak mampu menjelaskan secara signifikan perbedaan mendasar dari kedua negara tersebut. Perbedaan mendasar yang sangat penting digarisbawahi adalah dalam hal infra struktur ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu menciptakan perbedaan level social dan ekonomi diantara kedua negara maju dan berkembang.
Lalu apa efek dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditekankan dalam pertumbuhan ekonomi pada negara maju dan berkembang. Prof. Abdus Salam peraih nobel dalam bidang Fisika di tahun 1979 menyampaikan pemikirannya bahwa perbedaan mendasar dari negara maju dan berkembang terletak pada penguasaan dan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Perkembangan IPTEK di negara berkembang sebenarnya sudah terjadi sebelum eropa memulai kejayaan kira-kira pada abad ke-17, seperti Mesir dengan teknologi Piramidnya, Indonesia dengan Borobudur, dll. Namun demikian penguasaan IPTEK seolah tidak mampu lagi dimenyeruak di negara-negara berkembang. Kondisi tersebut telah menciptkan perbedaan dari aspek budaya dan kultur social dari dua grup Negara tersebut. Di negara maju penggunaan IPTEK telah menciptakan iklim kondusif dalam meningkatan kemajuan yang sudah ada. Begitupula dengan pendidikan dan teknologi sudah disadari sebagai investasi jangka panjang yang mampu menjamin mereka memperoleh peradaban budaya dan ekonomi yang lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya hasil-hasil temuan riset fenomenal yang lahir dari negara maju. Sebut saja contohnya, terciptanya generasi chip ukuran 45nm yang diluncurkan oleh intel pada akhir tahun 2007. Tercipta produk tersebut akibat adanya kerjasama yang baik dalam hal riset antara pemerintah selaku pengambil kebijakan dan pemodal bersama swasta, universitas dan institusi riset selaku pemegang tongkat estafet kemajuan sains teknologi dan pelaku riset, dan perusahaan selaku pemodal dan penghasil bukti riset (produk).
Apa dampak yang diperoleh dari IPTEK terhadap kemajuan pendidikan dan pertumbuhan ekonomi? Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, di negara maju, percepatan rata-rata pertumbuhan suatu hasil produksi pada dasarnya diperoleh dengan menstimulasi dan mensupport dunia pendidikan di lingkungan universitas. Universitas selaku lembaga yang mendidik dan menciptakan skill riset para mahasiswa sebagai pemegang tongkat estafet pada akhirnya akan mampu menghasilkan lulusan yang berpotensi dalam menghadapi tantangan kemajuan IPTEK global.
Profesor. Abdus Salam dalam bukunya Ideal and realities mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan di negara berkembang telah diperlakukan sebagai kegiatan marjinal (marginal activities) dan dianggap sebagai perhiasan (ornament). Namun, pada umumnya negara berkembang tidak mengakui kondisi tersebut. Justeru sebaliknya, mereka mengklaim bahwa kehidupan social masyarakat di negara berkembang adalah produk perpaduan antara ilmu pengtehuan modern dan teknologi. Meskipun demikian dalam pengamatan penulis, beberapa negara berkembang sudah mulai peduli dengan pentingnya peran IPTEK. Dengan adanya kepedulian ini, tidak serta merta mudah dalam merealisasikan pengembangan dan mempopulerkan IPTEK di lingkungan masyarakat.
Mengapa demikian? Factor infrastructure yang masih jauh dari memadai menjadi factor kritis penghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di negara berkembang, terlebih lagi belum ada kebijakan signifikan dari pemerintah. Bagaimana kondisi Indonesia? Di harian Kompas 16/12/ 2008, Dr. Abd. Haris sebagai sekretaris eksekutif forum MIPA-net menyatakan bahwa laboratorium MIPA se-Indonesia ketinggalan jaman”jadul”. Dari harian Sumatera Express 12/10/2008, Dr. Terry Mart mengungkapkan bahwa pada tahun 2004 peneliti di Amerika sudah mencatatkan 198000 jurnal internasional, sedangkan Indonesia hanya 87 penelitian.
Hasil pantauan penulis di web of science databse, hasil penelitian lintas bidang dari Indonesia yang dipublikasikan di jurnal international masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Negara Singapur, Thailand, Malaysia, bahkan Vietnam yang notabene secara ekonomi tidak lebih baik dari Indonesia. Ini mengindikasikan bahwa kemampuan sumber daya manusia dan infra structure masih menjadi hal kritis. Rajagopalan dalam bukunya Technology Information Base in India: A Development Perspective melaporkan bahwa perbandingan antara jumlah peneliti di Negara maju per 100.000 jumlah penduduk pada awal tahun 90-an di Amerika perbandingannya adalah 280 orang per 100.000 penduduk, Jepang 240, Jerman 150, Inggris 140. Jika dilihat dari growth national product (GNP), dana pendidikan dan riset di Negara berkembang masih belum mencukupi.
to be continued.......................................................................................................
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Wah menarik mas artikelnya...., tulis yang banyak ya mas.. biar aku juga ikut belajar...
Posting Komentar