Saya ingin sedikit mengulas sedikit salah satu motivasi saya kenapa saya begitu semangat untuk melanjutkan studi terutama ke negara yang dikategorikan maju (developed). Hal yang paling mendasar di negara maju adalah kita bisa melihat barometer perkembangan science dan technology terkini dan yang akan datang. Artinya kita dapat melihat secara faktual tentang perkembangan ilmu pengetahuan yang sedang trend in. Kira-kira tahun 2003 ketika itu saya masih studi S2 di Magister ilmu Fisika UI, saya merasakan apa yang saya peroleh saat itu kurang memberikan sesuatu yang baru. Namun hal yang lebih penting adalah suasana atau lingkungan belajar di Universitas Indonesia, belum membangkitkan gairah belajar saya. Ketika teman-teman saya dan senior banyak yang melanjutkan studi ke USA dan Netherland, serta sering pula ada pertanyaan tentang bagaimana rencana studi PhD saya, hal itu membuat saya bertanya dalam hati, bisakah saya seperti mereka? namun dengan berpegang pada prinsip dan keyakinan bahwa segala sesuatu apabila diniati dengan sungguh-sungguh pasti kelak kita akan dapatkan hasilnya, maka saya tergerak untuk lebih memantapkan langkah meneruskan cita-cita mencari peluang buat sekolah ke luar negeri yang sempat kandas di tahun 2002. Ya, di tahun 2002, saya sempat dapat admission program S2 Material Science di Groningen, Belanda. Saat itu saya termotivasi oleh teman saya Ican (Ihsan Amin) yang sekarang sedang studi doktoral di Bielefeld, Jerman. Kesempatan itu tidak bisa saya ambil karena beasiswa yang saya peroleh tidak mengcover semua. Namun demikian ditahun tersebut saya memperoleh kesempatan studi di program Magister S2 Fisika di Universitas Indonesia. Bersyukurlah saya ketika di akhir tahun 2003, kira-kira bulan November akhir ada kesempatan buat workshop dan posgraduate Diploma programme keduanya di ICTP (The International Centre for Theoretical Physics, Trieste, Italy). Saat itu pikiran saya simple, yang penting saya bisa tahu luar negeri apalagi negara maju. Ketika mengirimkan aplikasi saya dibantu oleh Dr. Rachmat W Adi, beliau adalah salah satu dosen saya (dosen Elektromagnetik di Fisika UI dan pembina tim TOFI) yang sampai sekarang selalu memberikan motivasi buat saya untuk bisa sekolah ke luar negeri. Beliau sangat berjasa terutama dalam mengcover bahasa Inggris saya yang sangat amburadul (mengkoreksi application form, motivation letter, dan korespondensi dengan Profesor). Dari sejarah bagaimana saya belajar bahasa Inggris, saya tidak pernah menyangka kalau saya bisa diterima sekolah di luar negeri (Saya juga sangat berterima kasih buat guru bahasa Inggris saya khususnya Ibu Zalwis Maini SMPN 1 Serang, yang telah memotivasi saya untuk giat belajar bahasa Inggris karena pada saat itu nilai prediksi ebtanas bahasa Inggris saya cukup memprihatinkan). Semua mungkin atas kemurahan-Nya yang telah memberikan apa yang selama ini saya kejar dan citakan.
Di awal tahun 2004, saya menunggu kabar tentang nasib kedua surat aplikasi yang sudah saya kirimkan. Tentang workshop, saya banyak bertanya dengan kolega saya di Universitas Indonesia (Pak Surya) yang sering mengikuti workshop dan seminar di ICTP. Sedangkan untuk aplikasi program postgraduate Diploma ICTP saya hanya Bismilah saja, namun saya punya keyakinan bahwa ICTP akan menerima saya di program Postgraduate Diploma berdasarkan pengalaman para senior dan teman saya. Singkat cerita, akhirnya saya diterima di program Postgraduate Diploma dan gagal untuk mengikuti workshop. Setelah saya dapat admission dari ICTP, saat itu tentu saja saya sangat senang, karena postgraduate Diploma program ICTP di mata saya adalah prestige program dengan kuliah-kuliah advance yang dipersiapkan untuk membantu mahasiwa tidak kaget menghadapi dunia riset doctoral. Walaupun demikian saya masih menyimpan sebuah pertanyaan, bisakah saya menyelesaikan S2 saya yang tinggal tugas akhir? Pada saat itu saya sempat ragu karena bidang riset saya bukan hal yang mudah (Kuantum Spin System). Akhirnya setelah berdiskusi dengan pembimbing saya saat itu Dr. Budhy Kurniawan, saya memutuskan untuk mengerjakan sebisa saya. Ya, walaupun dengan kualitas thesis seadanya saya dapat lulus pada tanggal 6 Agustus 2004. Saat mengerjakan thesis, saya banyak dibantu dan ditemani oleh teman/kakak/sahabat saya Mas Lutfi yang sekarang dosen di Universitas Jember, Jawa Timur.
Di pertengahan tahun 2004, tepatnya tanggal 26 Agustus 2004, saya pergi ke ICTP yang terletak di kota Trieste, Italy. Kebetulan dari Universitas Indonesia yang diterima program postgraduate saat itu, selain saya (Condensed Matter Physics programm) juga teman saya (Julio, High Energy Physics, sekarang studi doktoral di USA).
Di Trieste inilah saya memulai fase baru dalam hidup saya. Di sana saya bisa mengenal Profesor-profesor yang kompeten dengan keilmuannya, teman-teman yang datang dari seluruh negara, dan para peraih nobel Fisika, Kimia, Biologi dan Matematika. Namun yang berkesan adalah saya mendapatkan sebuah ilmu yang menjadikan modal besar buat saya. Ilmu yang saya dapatkan bukan hanya ilmu Fisika Zat Padat (Condensed Matter Physics), tapi lebih dari itu. Ilmu yang saya maksud adalah etos kerja teman-teman yang sangat antusias dengan keilmuannya, kesabaran dari para Profesor yang mengajar kita meski kita memiliki latar belakang berbeda (ras, agama, dan budaya), kebijaksanaan para Profesor yang dengan tulus mendidik kita agar kita memiliki wawasan dan pikiran yang lebih terbuka, dan kehidupan sosial masyarakat yang sangat teratur dan disiplin. Selama saya studi di ICTP dalam satu tahun saya wajib mengikuti kuliah selama 9 bulan dan riset 3 bulan. Saya mengerjakan riset di pusat nanotechnologi Italy, yang berada di daerah Sincrotron lab-Scientific park, Basovizza, Trieste Italy. Dalam waktu 3 bulan saya bergabung dengan grup riset yang diketuai oleh Dr. Elvio Carlino, dia merupakan salah satu pakar TEM dan STEM di Italy. Di bawah asuhan beliau dan kolega beliau Dr. Vicenzo Grillo, saya mempelajari morfologi nanostructure dari GaAsN Quantum well. Saya juga banyak mendapat arahan dari mereka terutama berkaitan dengan studi doktoral yang sedang saya rencanakan waktu itu. Saat itu menjelang kelulusan, saya mendapat tawaran untuk tetap kerja riset di laboraorium TEM, TASC (Technologie Avanzate nanoScienza). Karena saat itu saya sudah mendapatkan admission dari Profesor di Tokyo Institute of Technology (TIT), Japan, dan saya diharuskan pulang untuk mengurus Hitachi Scholarship di Universitas Indonesia. Akhirnya saya putuskan untuk pulang ke Indonesia, pada tanggal 5 Sepetember 2005.
Di akhir tahun 2005 saya mengurus Hitachi Scholarship yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia. Namun dari hasil tes yang sudah dilakukan saya gagal untuk mendapatkan beasiswa tersebut. Ketika itu saya sedikit kecewa, namun hal itu menyadarkan saya bahwa mungkin itu bukan rezeki yang harus saya terima. Di sepanjang tahun 2006 saya mencoba lagi berusaha untuk mendapatkan kesempatan studi doktoral sambil mengajar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Bersama dengan kolega-kolega saya seperti Aditya Trenggono (teman sebangku semasa di SMAN 1 Serang) sekarang studi doktoral bidang Nanopolimer di CEA Saclay, Prancis dan Mas Dede (Fisika UI) yang sekarang sedang studi doktoral bidang Non Linear Seismics Programming di Chonbuk University-Korea Selatan, saat itu kita sama-sama sharing informasi tentang kesempatan doktoral di luar negeri. Walau demikian saya secara pribadi sudah apply ke beberapa negara seperti, Belanda, Australia, dan New Zealand. Hingga pada akhirnya, di bulan September 2006 saya mendapatkan informasi dari kolega saya Agus Muhammad Hatta (dosen dari Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya (ITS)) yang saat ini sedang studi doktoral di School of Electronic and Communication Engineering, Dublin Institute of Technology, Irlandia tentang lowongan PhD di School of Electric and Electronic Engineering, Nanyang Technological University, Singapore. Dalam waktu yang sama juga saya mendapatkan respon positif dari Australian National University, Australia. Namun demikian saya lebih tertarik dengan grup riset di School of Electric and Electronic Engineering, Nanyang Technological University, Singapore. Mulai saat itulah saya rajin korespondensi dengan Profesor Sun Xiaowei ketua grup riset Nanoelektronik di divisi Mikrolektronik School of Electric and Electronic Engineering, Nanyang Technological University, Singapore. Dari anjuran beliau saya segera apply program doktoral dengan disertai 3 surat rekomendasi dari Dr. Budhy Kurniawan (Departemen Fisika-Universitas Indonesia), Dr. Elvio Carlino (laboratorium TEM, TASC, Trieste-Italia) dan Prof. Dr. Miltcho Danailov (Laboratorium Ultrafast LASER, Sincrotron, Trieste-Italia). Akhirnya, bulan Desember 2006 saya mendapatkan panggilan untuk mengikuti tes yang meliputi : Technical Proficiency Test (TPT) dan English Proficiency Test (EPT) pada tanggal 18 Desember 2006 di School of Electric and Electronic Engineering, Nanyang Technological University, Singapore. Dengan modal semangat dan percaya diri saya beranikan untuk datang mengikuti tes tersebut. Saat pertama kali datang saya langsung menemui Profesor. Saya sangat terkesan saat pertama kali kita bertemu, ternyata beliau orang yang cukup baik sesuai dengan surat-surat beliau selama kita berkorespondensi. Singkat cerita, pada bulan Maret 2007, saya mendapat admission letter dari School of Electric and Electronic Engineering, Nanyang Technological University, Singapore. Saya sangat senang saat itu, karena pada akhirnya penantian dan cita yang selama ini saya dambakan terwujud juga. Artinya adalah saya akan mempelajari sesuatu yang lebih spesifik yang belum pernah saya dapatkan. Perlu diingat pendidikan yang tinggi bukan berarti kita mengetahui semua keilmuan, tapi keilmuan kita sudah terbatas dengan bidang yang dijadikan riset. Dan kini saya sudah bergabung dengan tim research Nanolectronic di divisi Mikroelektronik yang dipimpin oleh Prof. Sun Xiaowei. Di grup riset ini saya sedang mempelajari fabrikasi dan karakterisasi nanoelectronik material ZnO yang diprediksikan mampu menggantikan GaN yang sudah establish dalam aplikasi optoelectronic devices, dan akan melakukan riset penumbuhan film tipe p semikonduktor ZnO dengan menggunakan Metal Organics Chemical Vapor Deposition (MOCVD) untuk membuat p-n junction Light Emitting Diode (LED) dan Light Diode (LD).
Dari kisah perjalanan saya dalam mengejar cita-cita melanjutkan studi ke jenjang doktoral, saya banyak mengambil hikmah, diantaranya :
1. Ketika kita memiliki niat mengejar sesuatu janganlah patah semangat, kejar terus dan yakinlah bahwa alam semesta akan mendukung seperti apa kata Prof. Yohanes Surya (mestakung : semesta mendukung).
2. Yakinlah bahwa apa sedang kita peroleh adalah yang terbaik sesuai dengan hak kita.
3. Berpikirlah secara luas, positif, dan komprehensif, jangan seperti katak di dalam tempurung, hal inilah yang dapat kita kontribusikan buat bangsa kita sebagai anak muda.
4. Orang yang sukses adalah orang yang mampu membuat orang lain sukses dengan didasarkan pada rasa ikhlas, tulus, dan mendidik.
5. Jadikanlah pengalaman orang lain sebagai referensi buat hidup kita, jangan kita menunggu pengalaman buruk menimpa kita terlebih dahulu.
6. Apabila kita ingin studi ke jenjang Magister dan Doktoral, rajinlah cari info melalui internet, saya rekomendasikan situs ini : www.braintrack.com. Bekalilah diri kita dengan TOEFL standar 550, dan bila mungkin dengan nilai GRE subject/general kurang lebih 700.Bila tidak, berkorespondesilah dengan Profesor yang sesuai dengan minat riset kita, dengan begitu kita akan diarahkan oleh Profesor.
7. Jangan mudah menyerah, keep in spirit dan bersabarlah kelak kalo sudah waktunya pasti akan terwujud.
8. Dengan semakin tinggi pendidikan tidak ada alasan untuk menjadikan diri kita hebat, kenapa? Sudah jelaslah bahwa semakin tinggi strata pendidikan kita, ilmu yang kita pelajari juga semakin fokus pada satu hal yang kita jadikan bahan riset.
9. Apabila kita ingin menjadikan negara kita negara maju, mulailah dari diri kita sendiri untuk semangat mendapatkan pendidikan yang baik (well educated). Dengan pendidikanlah kita akan mudah dalam berpikir rasional dan positif dalam berkomunikasi dan berinteraksi social.
Saya berharap teman-teman di lingkungan sekolah dan universitas dapat mengambil manfaat dari sepenggal kisah yang saya tuliskan tersebut. Akhirnya, saya ucapkan terima kasih buat guru-guru saya sejak TK hingga Universitas yang telah berjasa memberikan motivasi buat saya hingga sekarang. Bagi saya seorang guru adalah orang yang paling sukses di dunia, karena amalnya akan di bawa hingga ke liang lahat.
(by Iwan, 50 Nanyang Crescent, 2.59am, 5/9/07)
Selasa, 04 September 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
Thanks mas.
Info yang membuat lebih bersemangat untuk menggapai cita-cita, khususnya kuliah di luar negeri.
Semoga sukses ya :)
Saya senang membaca tulisan anda karena membuat saya termotivasi lagi. Saya sedang mempersiapan untuk apply s2 di eee ntu.
Posting Komentar