Dalam hidup saya berprinsip selalu belajar mengambil sebuah nilai dari orang lain, pengalaman, lingkungan, dan alam semesta. Hal ini saya olah dengan kemampuan pancaindera, budaya, pengetahuan, dan bekal pendidikan yang saya miliki. Berlandaskan pada hal itu, saya selalu berusaha mengimprove diri saya yang oleh Allah ditakdirkan lahir sebagai kalifah. Kalifah adalah pemimpin, dari sinilah saya mencuplik sebuah pemikiran yang baik menurutt pandangan saya tentang pemimpin yang disadur dari :http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0904/20/0804.htm
selamat menikmati.
Mari Kita ”Mengawal” Pemimpin
Oleh AGUS ISHAQ ABDURRAHMAN
HANYA dalam hitungan jam kita akan segera memiliki presiden baru, hasil dari sebuah sistem pemilihan yang baru, yakni dipilih langsung oleh rakyat yang dilaksanakan Senin (20/9) ini. Setelah tahap pertama usai, kita memasuki pemilihan tahap kedua. Siapa pun yang terpilih itulah pemimpin kita. Suka atau tidak suka. Karena itulah realita yang menjadi pilihan sebagian besar rakyat.
Setelah terpilih pemimpin baru, kita berharap besar bangkitnya negeri ini dari segala keterpurukannya. Untuk itu kita semua sebagai rakyat yang dipimpinnya harus terus menerus memberi "pengawalan ketat" kepada pemimpin kita. Paling tidak, ada dua hal yang bisa dilakukan oleh kita untuk mengawal pemimpin, yaitu terus-menerus mengingatkan dan terus-menerus mendoakan. Mengingatkan dan mendoakan seorang pemimpin merupakan sesuatu yang bisa dilakukan oleh sebagian besar rakyat.
Mengingatkan seorang pemimpin itu sangat penting. Malah menurut ajaran Islam hukumnya wajib. Dengan mengingatkan seorang pemimpin, berarti ada dua pihak yang diselamatkan, yakni keselamatan pemimpin itu sendiri dan keselamatan untuk rakyat yang dipimpinnya. Hal-hal yang harus diingatkan kepada pemimpin adalah bahwa dia tidak boleh hanya berorientasi kepada hak-haknya saja sebagai pemimpin, tapi juga harus menjunjung tinggi tanggung jawabnya.
Sangat mungkin bahwa kebanyakan orang saling berebut untuk menjadi pemimpin, karena hanya melihat hak-haknya saja. Hak seorang pemimpin, terlebih sebagai pemimpin negara, adalah mendapat berbagai keistimewaan yang tentu saja tidak didapat oleh orang kebanyakan. Karena hanya melihat hak-hak seperti inilah orang menggebu-gebu untuk menjadi pemimpin. Semestinya, selain melihat akan hak-haknya, seorang pemimpin itu juga memperhatikan sungguh-sungguh akan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Sebagai pemimpin yang beragama, harus punya keyakinan bahwa pertanggungjawaban tesebut tidak hanya terhadap manusia saja, melainkan juga terhadap Tuhan-nya.
Suatu saat Abu Dzar bertanya kepada Rasul saw. berkenaan dengan sebuah jabatan yang diberikan Rasul kepada seorang sahabat. "Ya Rasul, kenapa jabatan itu tidak diberikan kepadaku," kata Abu Dzar. "Wahai Abu Dzar, kamu itu lemah. Sesungguhnya kekuasaan (jabatan) itu amanah. Dan sesungguhnya pada hari kiamat jabatan itu akan membuat kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang diangkat secara benar dan menunaikan kekuasaannya dengan benar pula," kata Rasul sambil menepuk pundak Abu Dzar. Kisah ini terdapat dalam hadis riwayat Imam Muslim.
Bagi orang yang menjadi pemimpin melalui proses yang tidak benar ditambah lagi dengan tidak bertanggung jawab dalam kepemimpinannya, akan celakalah hidupnya. Celaka dalam hidupnya kini, terlebih di masa yang abadi kelak. Inilah salah satu yang mesti diingatkan kepada seorang pemimpin. Mengingatkannya pun harus terus menerus dan oleh semua pihak. Cara mengingatkannya bisa dengan dialog saat berhadapan langsung atau jika sulit bisa kita gunakan media yang kini tersedia banyak, baik cetak atau elektronik. Bisa dengan alat komuniaksi atau surat terbuka.
Tetapi satu hal yang harus diperhatikan, bahwa peringatan, koreksi atau kritik yang kita sampaikan harus berangkat dari ketulusan. Ikhlas dalam bahasa agama. Janganlah kritikan kita kepada seorang pemimpin atas dasar kebencian. Biasanya, karena berangkatnya dari kebencian, akhirnya apa yang dilakukannya bukan mengingatkan pemimpin, akan tetapi sekadar mencaci maki. Membuka aib di depan publik.
Kata Rasul saw., hati itu tidak boleh kosong dari tiga hal; yaitu ikhlas dalam beramal, ikhlas dalam hidup bermasyarakat serta ikhlas dalam mengingatkan atau mengkritik pemimpin. Jika kritikan kita kepada si pemimpin berangkat dari keikhlasan, maka kritikan tersebut akan menjadi sesuatu yang sehat dan bernilai. Sebab, kritikannya benar-benar ditujukan untuk keselamatan bangsa, termasuk keselamatan si pemimpin tersebut. Lain halnya jika kritikan itu berangkat dari sebuah kebencian atau karena adanya sebuah kepentingan pribadi, maka tentu saja bukan memperbaiki keadaan, malah hanya akan memperkeruh keadaan.
Berbahagialah seorang pemimpin yang hidup di tengah-tengah rakyatnya yang senantiasa memberi peringatan dengan ikhlas. Karena dengan demikian ia akan terus-menerus memelihara amanah kekuasaannya dengan benar. Derajat seorang pemimpin yang benar dan bertanggung jawab akan kepemimpinannya berada di posisi yang tinggi melebihi derajat orang-orang baik yang lainnya.
Gambaran ini bisa kita lihat sebagaimana yang dinyatakan Rasul saw., "Kelak (pada hari kiamat) akan ada tujuh kelompok umatku yang akan mendapat perlindungan pada saat yang lain mendapat kesulitan yang berat. Ketujuh kelompok itu adalah, (1) Pemimpin yang adil; (2) Orang yang hatinya senantiasa terkait ke masjid; (3) Pemuda yang yang giat beribadah kepada Allah; (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah dan berpisah karena Allah; (5) Orang yang menangis di malam hari dalam keadaan menyendiri karena takut kepada Allah; (6) Seorang laki-laki yang diajak berzina oleh perempuan cantik, tetapi dia menolak dan mengatakan "saya takut kepada Allah; (7) Orang yang bersedekah dengan tangan kanannya dengan tidak diketahui oleh tangan kirinya". (H.R. Bukhari)
Pemimpin yang adil dalam hadis di atas, disimpan pada urutan pertama dan utama. Tentunya apa yang dinyatakan Rasul saw. tadi bukan tanpa makna. Sebagaimana disebutkan, bahwa seorang pemimpin itu punya tanggung jawab menyangkut orang banyak. Jika ia berbuat adil, maka keadilannya itu akan dirasakan orang banyak. Lain halnya jika keadilan itu dilakukan oleh orang biasa-biasa, maka pengaruh keadilannya itu tidak berdampak luas. Tidak seperti keadilan yang lahir dari seorang pemimpin.
Demikian pula halnya jika seorang pemimpin melakukan tindakan yang zalim, maka dampaknya akan menyengsarakan orang banyak. Lain kalau kezaliman itu dilakukan oleh orang biasa-biasa, maka dampak kesengsaraan yang ditimbulkannya tidak berpengaruh begitu luas.
Bentuk kezaliman seorang pemimpin itu biasanya menyangkut sebuah kebijakan yang hanya menguntungkan diri dan kelompoknya. Berbagai fasilitas yang semestinya untuk kepentingan orang banyak, dibelokan kepada kepentingan kekuasaannya. Pemimpin seperti ini akan memberi posisi kepada orang-orang yang membiarkan kesewenangannya. Mereka yang berani mengkritiknya, disingkirkan dengan cara yang menyakitkan. Orang yang membiarkan kezaliman si pemimpin dan malah cenderung suka memberi pujian, hakikatnya dialah yang mencelakakan si pemimpin tersebut. Sebaliknya, mereka yang sering memberi kritikan dengan ikhlas, itulah yang membuat si pemimpin tersebut selamat.
"Celakanya, seorang pemimpin itu oleh karena banyaknya pujian, bukan karena banyaknya nasihat (kritikan)," demikian sebuah pepatah.
Agar pemimpin kita menjalankan kepemimpinannya dengan benar, maka selain harus terus menerus kita ingatkan juga harus terus menerus kita doakan. Untuk sekadar mendoakan rasa-rasanya seluruh rakyat di negeri ini akan mampu. Jadi, lebih banyak yang mendoakan akan lebih mudah terkabul doanya. Doa ikhlas yang diucapkan seluruh rakyat untuk pemimpinnya memiliki kekuatan yang luar biasa. Baik dan buruknya perilaku seorang pemimpin, hakikatnya akan kembali kepada dirinya.
Tercermin dari satu doa yang diucapkan Rasul, "Ya Allah, orang yang diberi amanat (jabatan) untuk mengurus umatku, kemudian orang tersebut mengurusnya dengan benar, maka mudahkanlah segala urusannya. Tetapi, jika mereka membuat tindakan yang sengaja menyusahkan umatku, maka beratkanlah urusannya."
Doa Rasul tadi akan menjadi doa kita semua. Pemimpin yang baik adalah yang selalu didoakan rakyatnya dan mendoakan rakyatnya.***
Penulis, staf Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jabar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar