Rabu, 16 Januari 2008

Sebuah kisah Rifka dan Eyang

oleh Iwan (diilhami dari liburan di Lembang dengan Rifka sang penulis pahlawan wanita sakit encok)

Di pagi hari sekitar jam 10, Rifka yang masih duduk dibangku SD kelas 2 sudah pulang dari sekolah. Dengan wajah yang masih cemberut dia masuk ke rumah, ternyata dirumahnya ada Eyang putri yang sedang menonton TV. Eyang kaget, " Lho Ika, kok jam sepuluh udah pulang?" Rifka menjawab, "Ika mbolos Yang, abis tadi pagi dipaksa Bapak sekolahnya." Eyang geleng2 kepala," lho dipaksa sekolah kok marah?" Rifka menjawab,"soalnya masih pengen tidur Yang".

Dengan bijaksana, Eyang berbicara lagi ke Rifka,"Ika, sekarang ganti baju dulu, nanti kalo sudah ganti baju duduk sama Eyang". Dengan sikap yang masih cemberut Rifka menjawab,"iya Yang."

Sepuluh menit kemudian :

Rifka :"ada apa Yang?"
Eyang:"Rifka sekarang coba cerita ke Eyang, kenapa Rifka ngambek?"
Rifka :"Sebel sama Bapak, abis orang mau sekolah kok dipaksa, yang sekolah kan Rifka."
Eyang:"Nduk, itu tandanya Bapak sayang sama kamu. Tahu nggak kenapa Rifka harus sekolah?"
Rifka:"biar baca dan bisa nulis, terus biar bisa punya uang banyak kaya Bapak."
Eyang:"Kamu bener nduk, tapi coba kamu lihat tukang ojek yang biasa njemput kamu. Dia bisa baca dan nulis kan?
Rifka:"Iyaya....terus kok dia uangnya cuma dari ngojek?"
Eyang:"Nah itu bedanya dengan Bapakmu, dulu waktu masih muda tukang ojek itu males pergi sekolah, kerjaan dia cuma nongkrong sambil main sama temen2nya.Kalo Bapak, dulu rajin belajar dan senang baca."
Rifka:"aku juga senang baca Yang, aku senang baca komik Doraemon".
Eyang:"Itu bagus nduk, tapi yang lebih penting lagi kamu harus banyak baca buku pelajaran dan baca berita dikoran. Ika harus buat jadwal, kapan waktu baca komik dan kapan waktu harus belajar. Terus kalau Bapak bicara atau bertindak sesuatu Rifka ga boleh langsung marah."
Rifka:"Terus aku harus bagaimana Yang?"
Eyang:"Kalo Bapak atau orang lain bicara/bertindak sesuatu pertama yang harus Ika lakukan adalah diam. Maksudnya diam, Ika harus berpikir dengan jernih dan berpikir terbuka. Otak Ika harus bisa seperti lampu yang memancarkan cahaya kesegala arah. Nah, sewaktu Bapak bicara disini tentunya Eyang juga berasumsi Bapak berpikir dengan kemampuan seperti lampu itu. Nah karena kedua lampu berpijar ke segala arah, ada beberapa titik tempat terjadinya interferensi. Bisa berintreferensi konstruktif yang artinya Ika akan setuju dengan pendapat Bapak, dan interferensi destruktif yang artinya Ika berbeda dengan pendapat Bapak. Lalu, Ika harus bisa menilai esensi mana yang lebih bernilai positif dari pendapat Bapak, sepanjang tujuannya itu baik, Ika dan Bapak harus bisa berinterferensi positif. Kemampuan memahami itu ditunjang oleh seberapa luas pengetahuan orang tersebut dan berkorelasi positif dengan pendidikan yang diperoleh. Nah maka itu, Ika juga harus semangat kalo dibangunkan untuk sekolah. Sekolah adalah sarana untuk mengasah otak kita dalam meningkatkan kemampuan menerima dan mengkritisi secara bijaksana pengetahuan yang terekam oleh pancaindera kita.Kalo kita berpengetahuan dan ditunjang pendidikan tinggi maka sikap dan tanduk kita akan dewasa dan mudah dalam menyiasati kerasnya hidup.
Rifka:"Wah bener juga ya Yang, iya deh mulai besok Ika mau buat jadwal dan semangat bangun pagi untuk sekolah biar bisa mewujudkan apa yang Eyang nasihatkan tadi, ini tandanya kita saling berinterferensi positif ya Yang?
Eyang:"Iya cucuku yang manis, tapi awas ya kalo dibangunin jangan nakutin orang tua lagi, hehehehhe"
Rifka:"So pasti Yang.....Ika mau main ayunan dulu ya Yang".

Eyang menggeleng2kan kepala lagi dan mbatin," hhhmmmm anak yang jenius, kelas 2 SD sudah bisa mencerna nasihat yang seyogyanya buat anak dewasa, mudah2an kelak dia bisa jadi orang yang bijak, berpengetahuan dan rendah hati".

Tidak ada komentar: