Membangun budaya pendidikan dan riset dengan jiwa Sumpah Pemuda
oleh : Iwan
• PERTAMA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
• KEDOEA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.
• KETIGA. Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.
Pernyataan di atas adalah kutipan isi dari sumpah pemuda yang dibacakan pada kongres pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Dengan semangat tersebut, bangsa kita dapat bersatu dengan semangat kebersamaan sehingga mampu mengusir penjajah dengan jiwa patriotisme. Menyimak keadaan bangsa yang teramati oleh saya sejak era reformasi, orientasi dan arah perjuangan pemuda saat ini kurang di landasi oleh jiwa persatuan. Saya teringat pada saat tanggal 18-20 Mei 1998, saat itu saya sebagai mahasiswa baru (dari Univeristas Indonesia) juga turut serta turun menyaksikan keadaan di Jakarta. Teman-teman dari berbagai gabungan badan eksekutif mahasiswa dari berbagai daerah berdatangan ke Jakarta dengan di dahului oleh gerakan badan eksekutif mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI). Akhir dari sebuah cerita tersebut menjadi sebuah antiklimaks dari kekuasaan Orde Baru yang dibangun oleh Presiden Soeharto sejak tahun 1966. Pada tanggal tersebut, mahasiswa bersatu dengan semangat reformasi. Saya ingat betul salah satu cita-cita reformasi saat itu yang begitu indah terdengar di telinga untuk membangun bangsa yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotismen (KKN). Namun kini saya mempertanyakan cita-cita mereka, seolah setelah lengsernya pemerintahan orde baru, hal itu hanya menjadi sebuah slogan politik demi kepentingan golongan bahkan diri saja.
Dalam membangun sebuah era reformasi tidak cukup hanya slogan saja, perlu adanya tindakan riil dari berbagai elemen bangsa. Saat ini tidak dipungkiri lagi bahwa kita sudah memasuki era persaingan global. Isu ini tidak hanya terkait dengan masalah ekonomi dan politik saja. Bila saya lihat dari sudut pandang ekonomi dan politik, bangsa kita sekarang ini cukup lemah posisinya, fondasi bangsa yang saya ibaratkan adalah pendidikan dan riset juga belum terorganisir secara baik dan belum memiliki arah yang jelas. Perlu diingat bahwa pendidikan dan riset adalah elemen penting dalam mengembangkan sebuah teknologi dalam berbagai bidang dan bentuk. Sebenarnya bila bangsa kita cukup sadar akan pentingnya arah pengembangan teknologi perlu digalakan sebuah semangat dan budaya persatuan dalam hal pendidikan dan riset. Sehingga yang saya impikan adalah terbangunnya sebuah budaya pendidikan dan riset yang lebih konkret. Bila hal itu dapat terwujud, saya prediksikan bangsa kita akan menjadi bangsa besar yang disegani dikancah persaingan global layaknya Cina dan India yang merupakan kekuatan baru di dunia sains dan teknologi. Budaya pendidikan dan riset tersebut menurut saya adalah hal yang paling mendasar yang harus ditanamkan kepada generasi muda saat ini. Menilik minat dan bakat para pemuda, bangsa kita cukup kaya akan pemuda-pemuda yang berpotensi menjadi para pejuang reformasi yang sesungguhnya. Tengok saja tentang prestasi para pemuda bangsa kita di ajang olimpiade saintek seperti olimpiade Fisika, Kimia, Matematika dan sebagainya. Kita selalu berada di posisi terhormat dalam perolehan medali. Namun pertanyaan saya, sudahkah mereka mendapat perhatian lebih dari pemerintah? Perhatian yang saya maksud tidak hanya sebuah penghargaan sesaat yang didapatkan namun lebih dari itu, yaitu sebuah jaminan masa depan mereka. Realita yang terlihat di mata saya adalah para pemuda yang memiliki minat, bakat, dan memiliki prestasi gemilang diajang saintek cenderung mendapatkan perhatian lebih dari bangsa lain, seperti, Amerika, Siangpur, Korea, dll. Ambil contoh beberapa pemenang olimpiade saintek banyak yang melanjutkan studi di Singapore. Pemerintah Singapore melalui dua universitasnya, Nanyang Technological University, dan National University of Singapore selalu merekrut para pemuda-pemuda cerdas peraih medali di ajang saintek yang terabaikan oleh bangsa kita. Di singapore mereka mendapatkan beasiswa ikatan kerja hingga meraih program doktor. Setelah selesai doktor pada umunya mereka tidak kembali ke negerinya. Hal mendasar yang menjadi alas an adalah karena mereka tidak mendapat jaminan yang ril dari pemerintah. Belum lama ini, sebuah media memberitakan tentang seorang peneliti Dr Yaya Rukayadi yang telah berhasil meneliti tentang temulawak. Kini beliau tinggal di Korea dan menjadi warga kehormatan di sana, ironisnya ketika ada pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beliau sempat ditawari untuk kembali ke Indonesia namun beliau masih ragu. Hal itu dapat dimaklumi, tidak satu atau dua orang saja para peneliti kita senang riset di luar negeri, yang saya amati lebih dari itu. Hal itu disebabkan karena budaya pendidikan dan riset di Negara kita masih lemah. Dengan demikian secara tidak langsung mereka sudah diambil oleh bangsa lain. Sadarkah bangsa kita bahwa kekayaan yang diambil oleh bangsa lain tidak hanya kekayaan alamnya saja bahkan yang lebih penting dari itu, yaitu human resources-nya pun banyak yang terbajak dan tidak terpedulikan. Memang, ketika mereka mampu berkompetisi secara internasional mereka membawa embel-embel kelahiran Indonesia, namun apakah bangsa kita memetik hasil lebih penting dari itu? Jika kita lihat Iran contohnya, mereka dengan kekayaan human resources-nya mampu berdikari dengan hidup tanpa tergantung dari hutang atau pinjaman dari luar negeri. Mengapa demikian, karena human resources yang ada mampu terorganisasi secara optimal dan terarah oleh kebijakan pemerintahnya. Bila kita cermati disini adalah kita perlu belajar bagaimana membangun konsep persatuan dari landasan sumpah pemuda dan semangat reformasi secara lebih sistematis dan real tanpa diembel-embeli oleh kepentingan tertentu.
Dalam mewujudkan sebuah budaya pendidikan dan riset yang kuat menurut saya perlu adanya semangat persatuan dalam membuat arah pengembangan ilmu pengetahuan yang lebih riil, hal tersebut dapat direalisasikan dengan pembangunan sebuah infrastruktur riset yang berkelas international dengan melibatkan peran serta kelompok-kelompok riset dari universitas baik nasional maupun internasional. Imbasnya adalah akan terwujudnya sebuah dinamika sains yang kondusif berlandaskan budaya pendidikan dan riset sehingga mampu menarik minat para ilmuwan dunia untuk menengok Indonesia. Hal tersebut tentunya setelah mampu menghasilkan karya ilmiah yang berkelas international.
Akhirnya saya mengajak para generasi muda untuk lebih sadar akan cita-cita reformasi dengan dijiwai semangat sumpah pemuda untuk mewujudkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju di dunia pendidikan dan riset.
Kamis, 25 Oktober 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar